sumur blumbang
19.09 | Author: Desa Wisata Ngandong

Sumur Blumbang
Rangkaian nyadran selanjutnya bertempat di Dusun Ngroyean, yaitu di situs Sumur Blumbang. Situs tersebut dipercaya menjadi tempat Ki Ageng Giring dan keluarga untuk mengambil air. Biasanya, nyadran di Sumur Blumbang tersebut dilakukan setelah sepuluh (10) atau sebelas (11) hari nyadran di Sentana, tepatnya dilakukan pada hari Jumat Pon. Nyadran kali ini tidak berbeda jauh dengan nyadran di Sentana. Hanya saja penyelenggaraannya mengambil waktu di malam hari dan terdapat pertunjukan kesenian Tayub. Namun setelah gempa, jenis pertunjukan yang dominan digelar adalah kesenian Ledhek.
Sumur Blumbang sendiri dijaga oleh Pak Mulyono sebagai juru kunci. Sumur Blumbang terdiri dari tiga bagian yaitu bilik, sumur, dan tempat sesaji. Pada penyelenggaraan nyadran ada beberapa tenong yang ditempatkan di atas kayu yang dilintangkan pada bagian atas ruangan. Sementara di mulut Sumur Blumbang sebelah kiri terdapat patung menyerupai naga.
Prosesi sadranan Sumur Blumbang dimulai pada saat panitia tayub menggelar doa bersama dipimpin oleh seorang modin. Setelah itu ledhek barangan menari di depan Sumur Blumbang sedangkan modin mendoakan ube rampe yang diletakkan di teras ruangan yang melindungi Sumur Blumbang dari matahari dan hujan. Beberapa uberampe digelar di halaman setelah itu didoakan oleh modin sembari menyebar beras kuning. Setelah itu uberampe diperebutkan oleh masyarakat yang mengikuti prosesi sadranan.
Prosesi sadranan dilanjutkan dengan hiburan berupa tayuban (sebelum terjadi gempa bumi-red) tetapi setelah gempa panitia tayub hanya mampu menyuguhkan hiburan berupa ledhek barangan (kelompok penari yang sering keliling dari rumah ke rumah). Acara hiburan dimulai dengan permintaan lagu dari para perangkat desa ngandong. Setelah itu mereka diajak menari bersama oleh para penari ledhek barangan. Acara ini dapat berlangsung berjam-jam, tergantung permintaan dari para pengibing. Berakhirnya pertunjukan ledhek menandai berakhir pula nyadran di Sumur Blumbang.

Prosesi nyadranan di Sumur Blumbang dimaknai warga sebagai wujud syukur mereka atas kesejahteraan desa. Hal tersebut dapat dilihat pada isi tenong yang diperebutkan yaitu berupa makanan (seperti nasi, ayam bakar, peyek, dan lain sebagainya) serta beberapa hasil bumi. Selain itu nyadranan merupakan penghormatan atas leluhur setempat yakni Onggojoyo dan Onggosuwito, sahabat Ki Ageng Giring, yang menetap di daerah sekitar Sumur Blumbang.
|
This entry was posted on 19.09 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 komentar:

On 15 Juni 2010 pukul 00.28 , Putra Desa mengatakan...

mari kita hidupkan lagi seni tradisional.. khususnya seni tayub semoga lestari...

 

slide desa wisata