sentana
08.33 | Author: Desa Wisata Ngandong


Nyadran di Sentana merupakan pintu pertama dalam rangkaian tiga tradisi nyadaran di Desa Ngandong. Kompleks Sentana merupakan salah satu bukti tapak tilas Ki Ageng Giring di Desa Ngandong. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan goresan kata “Sentana” yang diartikan “persaudaraan” oleh Ki Ageng Giring pada sebuah batu (Watu Wesi Aji) yang berada dalam bangunan di dalam Sentana. Konon, ketika Ki Ageng Giring beserta keluarganya berada di Desa Ngandong, daerah tersebut menjadi tempat tinggalnya.

Prosesi nyadran di Sentana biasanya dilaksanakan pada hari Senin Pahing. Secara tradisi Nyadran Sentana diselenggarakan pada bulan Mei (bulan kelima kalender masehi). Hal tersebut disesuaikan dengan bulan kedatangan Ki Ageng Giring pada bulan Dzulkaidah dalam penanggalan Jawa (bulan kelima Namun setelah gempa tahun 2006, tradisi nyadran dilaksanakan pada bulan Juni atau Juli.


Menariknya, selain pelaksanaan nyadran Sentana yang berdasarkan perhitungan tanggal, masyarakat Ngandong juga memperhatikan gejala lain sebagai tanda akan dilaksanakannya nyadran di Sentana. Tanda tersebut dapat dilihat pada sebidang lahan (tanah) sawah di sekitar Sentana yang dikenal dengan tanah lungguh atau tanah kas. Nyadran Sentana diadakan dengan melihat padi yang berada di tanah lungguh sudah siap untuk dipanen. Selain itu penduduk juga percaya bila burung puyuh (gemak) yang memakai cincin di kakinya telah terlihat, maka waktu untuk perayaan nyadran di Sentana hampir tiba.

Ketika Nyadran di Sentana telah ditetapkan, maka sejumlah kebiasaan masyarakat sekitar juga akan mulai disiapkan. Misalnya saja diadakannya acara tahlilan di kompleks Sentana pada malam hari sebelum perayaan. Sementara pada saat perayaan, penduduk pun juga mulai menyiapkan makanan yang akan dibawa dengan tenong (kerancang makanan berbentuk seperti tabung yang terbuat dari anyaman bambu) dan kembang setaman (bunga setaman) ke kompleks Sentana. Tenong tersebut biasanya berisi: nasi, sambal goreng, lauk pauk (tempe, gorengan peyek, kerupuk, perkedel dan thontho) ayam panggang, bakmi, dan sayur semur buncis. Semantara kembang setaman nantinya akan ditinggal di kompleks Sentana.

Pada siang harinya, baik penyelenggara (panitia) nyadran Sentana maupun penduduk, berkumpul di Sentana. Panitia umumnya berpakaian Jawa lengkap atau berbusana batik. Sebelumnya, beberapa orang berkumpul di balai desa untuk mengangkat makanan yang telah sebelumnya dipersiapkan. Arak-arakan kemudian menuju situs Sentana yang berjarak kurang lebih 500 m. Sementara di kompleks Sentana sendiri juga telah menanti ratusan masyarakat dengan diantaranya membawa serta tenongnya yang diletakkan di tengah-tengah Sentana.

Prosesi acara diawali dengan pembukaan dan sambutan dari perangkat desa. Kemudian juru kunci membacakan doa dan dilanjutkan menabur bunga pada makam juru kunci Sentana sebelumnya yang juga dimakamkan di kompleks Sentana. Selajutnya makanan yang di bawa sebelumnya dari balai desa dibagi-bagi berdasarkan urutan tertentu baru kemudian dibagikan kepada masyarakat. Setelah rangkaian acara ritual selesai, maka tenong yang sebelumnya dibawa oleh penduduk, dibawa pulang kembali. Maka berakhirlah nyadran di Sentana.

hubungi kami
13.12 | Author: Desa Wisata Ngandong
Jika ingin wisata ke Desa Ngandong silahkan kunjungi kantor desa kami:
banyurip
09.03 | Author: Desa Wisata Ngandong

Tradisi nyadran yang terakhir atau sebagai penutup adalah nyadran di Banyu Urip. Pelaksanaanya berselang tiga minggu setelah nyadran di Sumur Blumbang, yaitu pada hari Senin Kliwon. Nyadran ini dimulai pada siang harinya di situs Banyu Urip.Uniknya situs ini secara administratif berada di wilayah Gunung Kidul namun perayaannya justru “mempertemukan” warga Desa Ngandong (khususnya warga Dusun Banyu Urip) dengan warga di sekitar Gunung Kidul (Desa Serut).

Menariknya, nyadran di Banyu Urip ini, pengunjung sadranan disuguhi pertunjukan kesenian jathilan atau reog kecil. Kesenian tersebut menjadi salah satu bagian dari acara. Pada siang harinya, acara sadranan dimulai dengan suguhan kesenian jathilan. Pertunjukan tersebut berlangsung beberapa jam hingga ditutup dengan doa yang dibacakan oleh modin.

Nyadran penutup ini ternyata tidak berhenti pada acara siang-sore saja. Namun ternyata malam harinya, yaitu malam Selasa Kliwon masih tedapat rangkaian acara nyadran dengan digelarnya pertunjukan jathilan dan tayub. Pada pertunjukan tayub di Banyu Urip, prosesinya mirip dengan acara tayub di Sumur Blumbang (Dusun Ngorean).

Tujuan diadakan acara sadranan di Sendang Banyu Urip adalah bersyukur kepada Tuhan atas limpah rejeki-Nya. Selain itu juga digunakan sebagai sarana penghormatan kepada Ki Ageng Giring atas jasanya “menemukan” Sendang Banyu Urip yang pada masa itu digunakan untuk mengairi lahan pertanian di sekitar sendang dan di Desa Ngandong.

slide desa wisata